Warga diaspora Indonesia yang tinggal di berbagai negara mengungkapkan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah terkait pengiriman bantuan ke daerah-daerah terdampak bencana di Sumatera.
Batak News - Pasalnya, bantuan kemanusiaan yang dikirim dari luar negeri masih dikenakan pajak impor oleh pemerintah Indonesia.
Bantuan tersebut diklasifikasikan sebagai barang impor, meskipun tujuannya adalah untuk penanganan darurat bencana. Kondisi ini dirasakan langsung oleh warga diaspora di Singapura. Salah satu diaspora, Fika, menyampaikan bahwa bantuan yang dikirim dari luar negeri tetap dikenakan pajak oleh pemerintah.
Baca juga : "Gagal Pinjam Uang, Pria di Karawang Nekat Tusuk Sepasang Suami Istri"
Fika menuturkan, prosedur perpajakan dan bea cukai kerap memperlambat kedatangan bantuan penting, sehingga menyulitkan bantuan untuk segera sampai kepada korban. Akibatnya, banyak warga Indonesia di luar negeri merasa patah semangat, meskipun mereka ingin segera berkontribusi saat terjadi bencana.
Fika menambahkan, proses administrasi yang rumit dan waktu tunggu yang lama di pelabuhan atau bandara sering membuat bantuan kemanusiaan tertahan. Padahal, dalam situasi darurat, kecepatan distribusi bantuan sangat krusial untuk menyelamatkan korban dan memenuhi kebutuhan mendesak di lokasi bencana.
Menurut Fika, banyak diaspora Indonesia akhirnya memilih untuk mengirim bantuan dalam bentuk uang karena prosesnya lebih cepat dan tidak terhambat regulasi. Namun, ia berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan khusus atau pengecualian pajak dan bea cukai untuk pengiriman bantuan kemanusiaan dari luar negeri, terutama saat terjadi bencana besar.
Dengan adanya kemudahan tersebut, diaspora Indonesia di berbagai negara akan lebih termotivasi untuk berkontribusi langsung dan mempercepat penyaluran bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Fika juga mengajak pemerintah untuk mendengarkan aspirasi warga diaspora agar proses pengiriman bantuan menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.


Follow TikTok Batak News
0 Komentar